SESUNGGING SENYUM UNTUK ILAHI

image

Mendung menggelayut,seperti ada yang menggantung di langit yang tak jua tumpah. Aku menyeruput coklat panas di balkon apartemen yang menghadap laut. Sedih. Entah, sejak tahu ia akan menikah. Lelaki yang kuharap memenuhi impianku. Lelaki yang pernah berjanji menikahiku sepulangku ke tanah air kembali.

Kulihat seekor camar berputar-putar rendah di atas lautan, aaah…tiba-tiba aku ingin menjelma menjadi camar saja, biar lepas sedihku. Bebas berkelana. Namun, rasanya aku tak menghargai Tuhan namanya, jika terus meratapi adaku. Kutarik sebuah kertas sketsa dan mulai melukis pemandangan di depanku, laut, camar, langit, terasa hampa….matahari tak muncul!

“Maaf,riska, aku tak bisa menunggu kepulanganmu. Terlalu lama dan tak jelas.” Jawabnya di ujung telepon.

“Maaf? Tak apa, aku masih punya mimpi di sini yang harus kukejar.” Jawabku datar, berusaha menyembunyikan gejolak hati yang meledak-ledak, seperti membakar petasan di balik bantal.
“Jadi, kau mengijinkanku menikah saja?”
“Silahkan,aku tak apa,sungguh.”
Hening, hanya bunyi kresek kresek yang muncul setiap kami.diam. Hingga nada putus menyusul, tanpa tahu siapa yang mengakhiri percakapan duluan.

Kuingat-ingat percakapan terakhir dengannya. Seminggu lalu. Dengan cepat kabar selanjutnya mengikuti, ia akan menikah bulan depan, dengan sahabat yang sering kutitipi surat atau sekedar kartu pos dari Amsterdam, ketika ia pulang ke Jakarta. Tak apa, bukan jodohku memang. Jawabku kembali, ketika sahabatku itu menelponku dan meminta maaf. Tanpa ia tahu aku berusaha mengumpulkan serpihan-serpihan hati yang berserakan, menyusunnya kembali, dan merekatnya. Namun tak mampu menghilangkan bekas tempelan dari sana. Dan kudapati diriku gagal, hati itu hancur lagi. Rapuh.

Melarikan kesedihanku pada proyek kerjaan sepertinya yang paling layak. Berhari-hari sudah, supaya terlupa semuanya, namun di saat rendering gambar dikerjakan komputer, siluetnya kembali menyusup di sela penantianku. Mungkin begini rasanya menunggu, hingga lelaki yang kukenal lima tahun lalu itu tak bisa bertahan, membosankan memang.

Kubenamkan kepalaku dalam-dalam di bantal, aaahh…tak bisa juga kuhilangkan pikiranku bahwa ia akan segera menikah,bulan depan! Aku memang arsitek, ahlinya rancang bangun, namun tak mampu merenovasi hatinya yang luluh lantak.

Mungkin hanya satu yang bisa menenangkanku saat ini, Allah, yah..hanya Dia yang tak lari ketika kutemui, tak menolak ketika kupinta sesuatu.

Beringsutku ke arah kamar mandi, pelan-pelan menyelinap rasa bersalah jauh lebih dalam dibandingkan sebelumnya, ampuni Allah,hanya menjadikan-Mu tempat bersandar terakhir ketika didera lara, ketika nikmat sering kulupakan-Mu. Tetesan air wudhu mengalir dari dahiku, bersama tetesan air bening dari pelupuk mata yang sedari tadi enggan kutumpuhkan, setelah menahannya sekuat tenaga…berharap berguguran bersama dosa. Lalu kumatikan semua lampu, biar hanya ada satu cahaya terang, ketika aku bersujud. Lalu Plong rasanya!

Pagi, kuintip langit di luar sana, cerah, sesungging senyum kuhadiahkan untuk Pencipta pagi, dan aku siap berkutat dengan presentasi hari ini dengan klien. Jilbabku melambai-lambai terbawa langkahku yang cepat.

Kakiku berhenti di depan lift apartemen, memencet tombol lift, hingga pintunya terbuka. Mendadak sosok yang baru saja kulupakan muncul di sana, seorang diri.
“Kamu?”
“Aku tak punya banyak waktu, menunggumu, bagaimana jika menikah secepatnya di sini.”
“Dia?” Aku masih setengah tidak percaya dengan sosok di hadapanku.
“Aku tak mungkin menikahi dia yang mengandung anak yang bukan dariku.”
“Lalu, impian masa depanku?”
“Aku akan menjadi nahkoda, mengantarmu berlayar kemanapun kau pergi. Asal di sisimu selalu.”

Rasanya ingin kumenghambur memeluknya, aku yakin dia pun begitu, tapi lupakan dulu sejenak euphoria ini, bersabar sejenak, toh setelah dihalalkan,pelukan itu pasti terjadi. Sekali lagi sesungging senyum tuk Ilahi kuhadiahkan untuk-Nya.

Jakarta, 12 Desember 2011

@cheitumminyafardais
Alhamdulillah,my inspiration is back!

BANGUNAN TINGGI

Mereka yang mendirikan bangunan yang kecil melakukannya karena mereka tidak mampu membuat yang lebih besar. Dan yang mereka mampu membangun bangunan besar berpotensi memanipulasi masyarakat kita.

(Rob Krier dalam Komposisi Arsitektur)

Ciri khas dari sebuah kota besar adalah bangunan tinggi, semisal, gedung perkantoran, hotel bintang lima, apartemen, bahkan pusat perbelanjaan berlantai banyak. Keterbatasan lahan, nilai ekonomi, atau intelektual manusia yang semakin meningkat, mendorong untuk membangun ke atas. Namun, entah karena saya termasuk orang udik, rasanya suka mual kalo berada di sekitar gedung-gedung pencakar langit, apalagi berada diatasnya, yang muncul malah parno…hueh..nasib..jangan-jangan saya kurang intelek untuk yang satu ini..

Bangunan tinggi kerap jadi pemicu masalah perkotaan…belum lagi memanipulasi masyarakat seperti kata Om Rob, yang tulisannya saya kutip di awal. Beberapa tahun lalu, di sebuah berita  televisi saya melihat sekelompok ibu-ibu berdemo di depan sebuah lahan yang awalnya menjadi tempat berdiri rumah-rumah mereka yang mungil dan menggemaskan.….sederhana. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja terjadi kebakaran di kompleks mereka yang membakar ludes rumah-rumah mereka. Dan selang beberapa lama, muncul lah para “pahlawan kesiangan” , “polisi india” (yang suka muncul di akhir film)..menawarkan bantuan dan ganti rugi yang ternyata cuma janji gombal saja… dan tanah pun melayang begitu saja,..dzolim ya???siapa yang saya maksud..tebak sendiri saja…saya tak cukup intelek untuk mengungkapkan dari lubuk hati saya yang terdalam.hiehiehie..

Saya tidak terlalu berlebihan membenci bangunan tinggi, sampai akan membakarnya jika bertemu, tidak…tidak…..hhehehe…cuma sekedar menulis sedikit dampak buruk maraknya berdiri bangunan ini di perkotaan, khususnya di kota kami bermukim sementara..Jakarta…ini dia….jeng..jeng…

1. Maraknya bangunan tinggi, mengurangi lahan bermain anak-anak, disiasati dengan membangun arena bermain indoor?… tetap saja tak mampu menggantikan yang alamiah seperti taman, hembusan angin, kupu-kupu yang terbang, seandainya kita punya taman atau lapangan yang tidak berbayar minimal seperti taman di bikini bottom, tempat  spongebob berlari mengejar ubur-ubur.^^

2. Bangunan tinggi untuk pemukiman, membuat krisis sosial…alasannya biar privasi terjaga, bebas dari kebisingan…lalu dimana tetangga sebagai keluarga terdekat kita seperti yang disabdakan Rasulullah, jikalau kita hidup dalam kamar-kamar besar nan mewah yang tertutup, yang semakin menjauhi bumi.

3. Bangunan tinggi berselimut kaca, membuat bumi semakin panas….demi sebuah bangunan tinggi mewah nan megah, satu pohon yang menjadi pertukaran sirkulasi udara kita dikorbankan…dan lansekap natural pun tersingkirkan. Menurut  Silvia Vivi dari Koalisi Pulihkan Jakarta yang saya kutip  di sini .”Satu pohon bisa menghasilkan 1,2 kilogram oksigen per hari yang bisa menyediakan oksigen bagi dua orang. Satu pohon ditebang, dua warga kehilangan sumber oksigen. Sebanyak 0,1 hektar pohon mencukupi oksigen untuk 18 orang. Bayangkan berapa orang bakal tercekik karena kurang suplai oksigennya.”

4.Bangunan tinggi di mana-mana, mengurangi daerah resapan air, gara-gara memenuhi fasilitas bangunan tinggi semisal, lahan parkir, basement, dsb….ketika turun hujan, air tergenang, bingung akan mengalir ke mana dan meresap di mana..akhirnya ketika musim hujan tiba, banjir tak terkendali.

Cukup empat poin saja, ada yang mau menambahkan? silahkan^^ Berhubung saya bukan berprofesi sebagai arsitek meski lulusan Arsitektur….tapi saya mendukung para arsitek beraliran humanis, idealis….yang  tidak ikut arus karena alasan teknis dan ekonomis….salam^^

@cheitumminyafardais

Makassar, 15 September 2011