12 KEBIASAAN HARIAN YANG TIDAK AKAN MENJADIKANMU “RAISO” DAN “AMIS”

giulia-bertelli-142613.jpg

 

Raiso bukan siapa-siapa. Tak banyak yang bisa dilakukan Raiso sebagai wanita,  apa-apa tak bisa,  ini tak bisa,  itu tak bisa.  Ia hanya bisa berkata “tidak bisa”!  Wajahnya bukan tipe yang banyak dilirik pria,  meski begitu ia wanita yang teguh memegang prinsip agama.  Sedangkan Amis?  Amis adalah pria biasa saja.  Bukan publik figur,  bukan orang kaya,  tidak punya tampang ganteng, dan seorang pribumi . Meski begitu ia seorang pekerja keras tapi gak kreatif.

Hahahahaha!  Tokoh Raiso dan Amis adalah tokoh fiktif rekaan saya saja di tengah-tengah euforia pernikahan artis penyanyi bersuara merdu dengan penampilan sempurna yang konon digilai 90 persen laki-laki Indonesia (awas saja kalau suami saya masuk diantaranya,  saya tenggelamkan😃).  Pasangannya apalagi,  bule blasteran yang banyak dipuji wanita dan disyiriki pria karena merebut Raisa dari khayalan mereka (ujung-ujungnya tetap kesitu).  😃

Jadi,  begini… Sebenarnya saya ingin menuliskan tentang 12 kebiasaan harian berdasarkan buku Model Manusia Muslim karya Anis Matta, yang bisa membantu kita lebih produktif khususnya kita sebagai ibu-ibu. Memang tidak ada hubungannya dengan Raiso dan Amis seperti yang saya ceritakan di awal, tapi setidaknya kebiasaan-kebiasaan berikut bikin bunda sekalian tidak akan menjadi seperti Raiso atau Amis 😀

  1. Luangkan waktu lebih banyak untuk membaca, dan 15 menit untuk memikirkan dan mengendapkan bacaan tersebut. Jadi, setelah membaca, bunda bisa mencoba menuliskan intisari dari apa yang bunda baca, bisa lewat status di medsos, di blog, asal jangan di dinding-dinding fasilitas umum kek di halte terminal apalagi menulis sambil melukai kulit pohon.
  2. Luangkan waktu selama 20 menit dalam sehari untuk menyendiri dan merenung. Bukan menghayal yaa..apalagi menghayalkan Raisa atau Hamish Daud –.–” Sudahlah, mereka juga manusia biasa, kok..gak usah takjub gitu.  Perenungan ini lebih kepada muhasabah diri alias evaluasi diri. Apakah kita sudah semenarik Raisa dihadapan suami  atau belum, buat suami tidak perlu mengagumi Raisa karena kehadiran istrinya sendiri…ini apa sih 😀
  3. Pertahankan stamina spiritual dengan merutinkan ibadah mahdah, seperti sholat, tilawah, puasa, sedekah, dan sebagainya, jangan lupa perhatikan syarat-syarat sah dan rukunnya. Soalnya kalau diada-adakan jatuhnya bid’ah, kalau bid’ah jadinya tertolak di sisi Allah.
  4. Jaga kondisi fisik dengan makan teratur dan bergizi, istirahat yang cukup, dan olahraga ringan tapi teratur. (Duuuh, poin paling sulit, tapi semangat ya, bu ibu..!)
  5. Tingkatkan apresiasi melalui seni dan alam. Jangan anggap remeh efek dari membaca sebuah karya sastra seperti puisi, atau menikmati instrumen saxofon atau sekedar duduk-duduk di pinggir pantai. Hehehe, biasanya ide suka muncul saat diri sedang relax, asal bukan ide buruk aja, nyolong misalnya -.-. Astagfirulloh!
  6. Buat rencana perjalanan wisata, atau istilah kerennya traveling.  Konon dunia ini adalah buku, dan mereka yang tidak traveling hanya membaca satu halaman saja.
  7. Perluas pergaulan. Kalau pergaulan kita luas, biasanya wawasan juga jadi lebih luas, asal jangan sampai bablas, nanti bisa terhempas –.– #syahrinimodeon
  8. Kontrol pikiran-pikiran yang menuh-menuhin kepala, seperti kecemasan yang berlebihan, pikiran negatif, istilah kerennya overthinking.  Konon overthinking bisa membunuh kebahagiaan #tsaah
  9. Biasakan mencatat gagasan secara teratur.  Mulai sekarang siapkan notes kecil untuk mencatat ide-ide yang melintas di pikiranmu, mekipun bunda belum tahu kapan akan mengerjakannya.
  10. Biasakan lebih banyak diam untuk tidur mendengarkan daripada berbicara. (hayoo, poin ini buat ibu-ibu pasti juga susah :D)
  11. Kontrol emosi agar tetap kalem, meski disanjung atau dikritik.
  12. Lakukan latihan pernafasan secara teratur.  Naaah, ini penting buat ibu-ibu, apalagi kalau tar lagi mau lahiran, atau saat menghadapi anak yang susah diatur 😀

Nah, itu dia 12 kebiasaan harian yang akan membuat hidup lebih produktif, insyaa Allah akan saya aplikasikan  satu-satu di dalam keseharian saya sebagai ibu-ibu:D Daripada mikirin kesempurnaan cinta Raisa mending mikirin bagaimana bisa jadi lebih produktif. Betul kan?

@cheummufardain

Kendari, 4 Agustus 2017

DUNIA YANG TIDAK MERAH JAMBU

Pink Beach, Taman Nasional Komodo
            sumber dari sini

“Kita lemah karena posisi jiwa kita salah, kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak, atau tak beroleh kesempatan untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita, bukan karena kita mencintai dan juga mungkin bukan karena cinta itu sendiri. Tapi, karena kita meletakkan kebahagiaan kita pada cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan.”

(Anis Matta, Serial Cinta, dalam Jalan Cinta Sang Pejuang)

September, tahun lalu,  saya dibuat terkejut dengan sebuah komentar di postingan saya yang berjudul Reuni, Manfaat Atau Tidak . Komentar sekaligus kegaluan seorang pria yang terjebak dalam sebuah kisah percintaan yang ia ciptakan sendiri. Rumit, karena ia mengunci komentarnya dengan pernyataan bahwa ia tak ingin disudutkan atas apa yang telah ia ceritakan. Lalu saya memutuskan untuk  meng-capture-nya dan meminta bantuan teman-teman FB saya untuk memberikan masukan. Berikut capture komentar MR. XXXXX, saya sebut saja begitu.

Sumber: dari postingan sini

Capture dari akun FB pribadi 🙂

Ah, saya sih berharap sang Mr. XXXXX membaca masukan teman-teman saya  di atas, atau saya cukup berpositif thinking saja bahwa lebih baik lagi jika ia telah “move on” jauh sebelum tulisan ini saya posting. Yeah, who knows?

Kisah cinta seperti punya Romeo-Juliet atau sebangsa Layla Majnun memang adalah romansa paling populer untuk dijadikan referensi bagi para pemuja cinta. Diamini pula oleh sebuah kisah percintaan dalam film Titanic, antara Rose dan Jack.  Dunia yang tidak merah jambu, begitu kira-kira istilah Anis Matta dalam bukunya Serial Cinta. Orang-orang baik yang layak untuk diberikan ucapan belasungkawa, karena penderitaannya atas nama cinta. Ah, mungkin benar..mereka hanya mesti belajar mengasihani dirinya sendiri, bahwa saat cinta itu kandas, bukan harusnya sayapmu menjadi patah. Bukan. Tapi, bagaimana posisimu tetap kuat karena sebuah kata kerja, mencintai! Simak kutipan tulisan yang lagi-lagi bersumber dari buku berjudul “Serial Cinta” berikut:

Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejewantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu kita pada posisi kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru melakukan pekerjaan besar dan agung: mencintai. Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang terjadi sesungguhnya hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: “apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder. Jadi, kita hanyalah patah atau hancur karena kita lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita. (Anis Matta)

See? Haruskah ada kata “patah” ketika cinta yang kita harapkan ternyata bukan takdirnya untuk membersamai kita? Tergantung bagaimana kamu memulainya 🙂 Mungkin akan ada yang bilang, “Ah, mungkin kamu tak pernah merasakan patah hati, jadi dengan mudahnya menyuruh “move on”. Seperti kutipan di atas, bahwa cinta yang berawal dan berakhir pada Allah sebenarnya adalah cinta yang posisinya paling kuat. Lalu, bagaimana jika saya terlanjur sengsara karena patah hati?  Silahkan bergeser beberapa radius kilometer dari posisimu saat mencintai, dan dari tempat berdirimu sekarang, silahkan menertawakan dirimu dan kebodohan atas nama cinta, lalu benarkan posisi cintamu, berawal dan berakhir pada Allah, kembalilah berjalan maju di jalan yang benar, bergerak tanpa menoleh lagi. Karena hakikatnya cinta tak sesempit itu, ini hanya masalah waktu saja 🙂

Duh, bagaimana? Apa saya layak menjadi seorang motivator?  Saya harap sih, tidak..cukup bapaknya Kiswinar saja yang jago memotivasi orang hehehe, saya cukup berperan sebagai pengingat tentang kebenaran dan kesabaran.

Apa? Belum bisa move on juga?!! Baiklah, saya kembali mengutipkan sebuah quote lagi-lagi dari Bapak Anis yang jago banget (menurut saya) menulis motivasi tentang cinta-cinta yang bukan picisan, hehe.. ini untuk kamuh..:D

Kadang-kadang kamu harus belajar menepuk angin, bukan tangan lain yang melahirkan suara cinta.

(Anis Matta)

Kendari, 7 Maret 2017

@cheummufardain

Sumber tulisan: -Serial Cinta, Anis Matta

                                – Jalan Cinta Sang Pejuang, Salim A. Fillah