TANTANGAN MENULIS RANDOM 2015, IKUT?

Setelah membaca-baca lagi isi blog saya ini, ternyata pertama kali menulis di blog itu bulan maretĀ  tahun 2011, waktu hijrah ikut suami ke Jakarta. Berarti 4 tahun yang lalu! Haha! Maklum, sebab saya seorang ibu-ibu yang kalau ngobrol kadang suka random conversation dengan lawan bicara,  begitupula dengan isi blog saya yang random, mulai dari nulis cerpen, opini amatiran ala ibu-ibu , puisi romantis tentang gadis kecil saya, tulisan hasil dari baca buku, parenting, tentang kegiatan homeschool anak2, belakangan seneng bener nulis flash fiction yang sekali lagi amatiran šŸ˜€ ohya, sempet ikutan beberapa lomba nulis blog yang tentu saja disesuai dengan kapasitas pemikiran saya biar gak susah-susah mikirnya dan gak pernah menang (haish, perlukah ini dituliskan) tapi, kalau gak salah pernah dapat juara favorit sih, menulis surat untuk Takita dan akhirnya dapatĀ discount untuk pembelian boneka takita ^.^

image

*berhubung bonekanya gak kebawa waktu packing pindahan jadinya sumber foto dari sini

Pokoknya, saya menulis di blog berdasarkan mood dan ide yang tiba-tiba muncul, bahkan kadang ketika mood menulis datang, saya bisa menulis menggunakan smartphone sony ericson experia berlayar kecil yang sudah terinstall aplikasi wordpress šŸ˜€
* begini penampakan smartphone yang duluu suka saya pake nulis blog šŸ˜€
image

Sayang, belakangan saya lebih menekuni passion saya yang lain yaitu ngomikin berita politik, menggambar ilustrasi ebook anak, sketsa anak sendiri hehehe lalu di posting di blog satunya lagi.. ummufardain.tumblr.com . Ah, betapa randomnya saya!

Nah, beberapa hari yang lalu, ketemu tantangan di grup FB Menulisbuku community yang digagas oleh Brilliant Yotenega untuk #NulisRandom2015 dimulai tanggal 1 Juni. Tantangannya untuk siapa? Untuk siapa saja yang suka nulis atau ingin membiasakan diri untuk rajin menulis setiap hari, atau sekedar ingin “menaklukkan tantangan” menulis setiap hari saja, hehehe. #NulisRandom2015 ini tanpa syarat apa-apa katanya, cukup memposting tulisan dalam note FB lalu tag teman kamu atau menuliskannya di blog lalu menautkan link postingannya di FB menulisbuku community. Tulisannyapun bebas, separagrafpun boleh. Temanya terserah..kedengarannya gampang dan tidak menyulitkan ya..
image

Gambarnya ngambil di sini

Lalu?

Apakah saya akan ikut dalam tantangan tersebut? Apakah ketika saya ikut, saya bisa istiqomah menulis 30 hari? Apakah saya bisa menulis setiap hari? Apakah…?Apakah…?Dan apakah? Daripada terus mempertanyakan kemampuan diri, bagaimana kalau besok nyoba mulai menulis lagi? Karena kamu tidak akan tahu seberapa bisanya kamu sampai kamu mencoba. Jadi, ada yang mau ikutan #NulisRandom2015 juga?

Kendari,31 Mei 2015

NAK, MAU JADI IBU RUMAHTANGGA ATAU BERKARIR?

 

Setiap bertemu mama saya, seranak-ibu-ayah(2)ing tersirat bahwa ia menyayangkan pilihan saya untuk menjadi ibu rumah tangga biasa ketimbang berkarir. Beliau juga menyayangkan biaya yang sudah dikeluarkan bapak untuk membiayai saya sekolah yang tidak sedikit hingga sarjana lalu kemudian berakhir di rumah tangga. Saya memaklumi mengingat beliau memang seorang yang mandiri secara financial dengan menjadi seorang guru SLTP. Awalnya memang saya agak terganggu dan sedikit merasa ā€œfeeling guiltyā€, tapi lagi-lagi saya maklumi pernyataan mamaĀ  saya. Saya ingat murabbiyah saya di liqoat (pengajian), kata beliau jadikan kekurangan orangtua kita kelebihan kita untuk mendidik anak-anak. Artinya kalau kita menemukan kekurangan dari orangtua kita dalam halĀ  mendidik kita, jangan lantas kekurangan tersebut kita terapkan pula ke anak-anak kita. Seharusnya itu menjadi sebuah kelebihan untuk kita sebagai orangtua. Saya tidak sedang berbicara tentang berkarir itu adalah kekurangan, bukan sama sekali! Kesalahan yang saya maksud adalah membuat seorang anak merasa bersalah dengan sebuah pilihan yang ia pilih.

Saya memiliki satu anak perempuan, yang kelak saya tidak tahu di masa depannya apakah ia memilih menjadi ibu rumahtanggakah atau ia akan berkarir. Yang ingin saya pahamkan padanya adalah sebuah hadist Rasulullah yang berbunyi, sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan rupamu tapi melihat ketakwaanmu dalam hati. Maksudnya adalah meskipun ia kami sekolahkan sampai ke negeri orang sekalipun, ketika ia memilih untuk berumahtangga dan menjadi ibu rumahtangga itu adalah pilihannya selama masih dalam batas ketaqwaannya kepada Allah. Seperti pengertian taqwa itu sendiri, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, berkarir atau menjadi ibu rumahtangga selama dalam batas ketaqwaan kepada Allah itu yang terpenting. Mengutamakan pandangan Allah, ituĀ Ā  yang terpenting.

Tapi, saya juga sangat tidak setuju dengan perkataan, ā€œanak perempuan gak usah sekolah tinggi-tinggi, toh ujung-ujungnya di dapur juga. Okelah, peduli apa saya dengan sekolah formal pendidikan dasar, seperti SD, SLTP atau SMU, putra pertama saya sedang homeschool alias belajar di rumah tanpa sekolah formal, putra ke dua sayapun insyaaAllah akan mengikuti jejak kakaknya selepas TK, begitu juga putri kecil saya yang masih bayi, kelak. Tapi, untuk urusan pendidikan yang lebih tinggi, saya berharap mereka bertebaran di muka bumi menimba ilmu, dengan cara formal, Informal atau nonformal, sekali lagi itu pilihan. Rasulullah saja berpesan kepada kita untuk mencari ilmu sampai ke negeri Cina, saking pentingnya sebuah ilmu sebelum diamalkan. Seorang perempuan yang kelak menjadi ibu, adalah sekolah pertama anak-anaknya. Kebanyakan perempuan bisa menjadi ibu tapi tidak siap menjadi pendidik bagi anak-anaknya sendiri dengan berbagai alasan.

Saya ulangi lagi ya, tulisan saya ini tidak sedang nyinyir pada mereka yang memilih Ā berkarir, titik beratnya lebih kepada pola asuh saja. Sejak dini berikan pemahaman kepada anak perempuan kita kelak bahwa di masa depan mereka kelak ada pilihan yang harus mereka pertanggungjawabkan di hadapan Allah, menjadi ibu rumahtangga, berkarir, atau ibu rumahtangga sembari berkarir, kesemuanya tidak boleh lepas dari ketakwaan dan mengutamakan pandangan Allah kelak terhadap apa yang mereka lakukan. Sekali lagi, pahamkan itu kepada anak perempuan kita sejak dini, karena kita tidak tahu pilihan yang mana yang kelakĀ  dipandang cinta oleh Allah. Itu saja. Allahu a’lamu bi showwab. Wassalam

Ummi sayang Afrin :*

Jakarta, 3 September 2013