ANTARA KERAK TELOR DAN ONDEL-ONDEL

Pekan banner8MIngguNGebloglalu saya telah bercerita tentang “mereka” yang melintas di depan rumah kami lengkap dengan aktifitas mereka. Meski tidak sempat menyertakan foto,kali ini saya berhasil mengejar ondel-ondel untuk di foto 😀 Oya, kebetulan jalanan depan rumah kami sedang ada bazar RW kemarin, maka pas buat melengkapi bahan postingan bertema “rasa lokal”, trus tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedua.

Masyarakat asli Jakarta sebenarnya warga Betawi. Tapi, karena banyak pemukim yang hijrah dari berbagai daerah lalu bermukim di Jakarta, maka penduduknya pun jadi beragam budaya. Begitu juga di tempat kami tinggal, konon katanya dahulu kebanyakan orang betawi adalah tuan tanah. Lalu mereka menjual tanah-tanah mereka pada pendatang. Jadi,para tetangga kami beragam latar belakang budaya, namun yang asli betawi pun masih ada,meski tak banyak.

Oya,seperti saya tuliskan di awal kalau kemarin RW tempat kami tinggal mengadakan bazar dari pagi sampai malam. Bazarnya terdiri dari makanan dan pakaian. Saya sempat menemukan kerak telor, makanan khas betawi. Harga per porsi Rp 13.000 untuk kerak telor ayam, dan Rp 15.000 untuk kerak telor bebek. Tidak mudah menemukan kerak telor pada hari biasa, hanya jika ada even tertentu saja seperti pekan raya Jakarta, atau di bazar-bazar. Kerak telor terbuat dari beras ketan putih,serundeng,telur ayam atau bebek,bubuk ebi dan dibakar di atas wajan khusus. Cara buatnya, sempat liat permulaannya, jadi bumbu ditumis di atas penggorengan, terus diberi beras ketan,lalu telur, eh perhatian saya teralih sama stand baju di sebelah bang tukang kerak telor 😀 dasar emak-emak , begitu balik, kerak telornya sudah jadi ( *tepok jidat) tidak menyimak dengan baik pembuatannya. Bagaimana dengan rasanya? Kalo di Makassar mungkin mirip-mirip songkolo tapi dibakar. Kerak telor punya tungku khusus untuk membakar, wanginya juga khas, yang jelas bukan wangi gosong seperti masakan saya kerap kali. 😀

image

Selain makanan khas, Betawi juga punya keunikan ketika mengadakan hajatan pernikahan. Rame dengan bunyi petasan kecil-kecil ketika sang mempelai memasuki lapangan upacara, eh maksud saya ketika memasuki lokasi hajatan,sang mempelai akan disambut dengan gegap gempita petasan (gegap gempita? saya rasa saya mulai lebay (^,^)) Mestinya sih ada ada tanjidornya, plus sambut pantun ala betawi gitu, tapi ahh saya belum pernah liat, tepatnya belum pernah diundang sama penganten asli betawi. Tanjidor itu sebangsa gandrang bulo di Makassar, hanya Tanjidor banyakan alat musik tiupnya, kalau anda pernah nonton “Si Doel Anak Sekolahan ” episode Atun keperangkap dalam terompet berukuran besar, nah itu dia salah satu alat musiknya.

Yang tidak akan pernah ketinggalan untuk saya tuliskan di setiap tulisan saya ketika anda bertanya tentang Jakarta adalah ondel-ondel. Gara-gara seorang adik saya yang di Makassar minta difotokan ondel-ondel, makanya, saya bela-belain ngejar Ondel-ondel bersama dua anak saya kemarin. Hasilnya? Berhasil! Saya selalu kagum dengan gerakan ondel-ondel, lincah dan menawan. Dengan bodi sebesar itu dia bisa berloncatan ke sana kemari, berputar di atas satu kaki, sambil sesekali melambai, hihihihi, mungkin benar ungkapan “Big is beautiful”, jadi buat ibu-ibu jangan minder dengan ukuran tubuh yang melar setelah melahirkan, contohlah ondel-ondel yang meski besar ia tetap lincah. (hentikan kelebayan dan kegilaan saya ini!!).

Kalau anda disebutkan kata “Jakarta” apa yang ada di benak anda? Jujur, sebelum menginjakkan kaki di sini, yang terpikirkan adalah Jakarta itu padat penduduk, sumpek, macet dimana-mana. Setelah kesini, memang tidak jauh dari pikiran saya.  Makanya orang-orang Jakarta kalau tiba musim liburan, mereka lebih memilih keluar kota untuk refreshing. Kalau sudah gitu, Jakarta akan menjadi sepi, jalan raya menjadi lancar jaya. Kecuali Ragunan, sebuah kebun binatang yang letaknya di Jakarta bagian Selatan ini pasti akan dipadati pengunjung yang ingin “bercengkrama” dengan para binatang. Kami baru dua kali ke Ragunan, meski tak sempat berfoto dengan para satwa, yang jelas anak kami sudah melihat langsung bentuk rupa Gorilla, Jerapah, atau Gajah secara langsung. Ketika sebelumnya mereka biasa melihat gambar binatang di buku satwa,  ke Ragunan mereka bisa langsung melihat rupa para binatang idaman mereka. Lagian bukankah, Gorilla lebih baik daripada gambar Gorilla? 😀

Mungkin itu saja yang bisa saya tuliskan tentang rasa lokal di Jakarta, meski sebenarnya masih banyak, maklum ibu-ibu, suka tiba-tiba rempong sendiri 🙂 Marikidi!!

@cheitumminyafardain

2013