Entah apa mau Sutini. Permintaannya kali ini berlebihan. Merenovasi kamar mandi. Tak tanggung-tanggung ia ingin semuanya diganti, bak mandi, keramik lantai dan dinding, juga kloset. Ia minta dipasangkan bathtub, shower, penghangat air, dan kloset duduk. Sepulang menjadi TKI di Malaysia, istriku Sutini memang bertingkah aneh. Baiklah ia punya banyak uang untuk merenovasi, tapi bisakah kita merenovasi yang penting saja..Pandanganku berputar ke sudut penjuru rumah. Lantai rumah kami belum dikeramik, atap rumah pun masih dari rumbia, dan siap meneteskan air hujan ketika musim penghujan tiba. Dinding? Boro-boro di cat, diplester saja belum, masih bertelanjang seksi dengan susunan bata dan campuran semen di selanya. Lalu mengapa kita harus merenovasi kamar mandi sedemikian rupa, Sutini!??.
Sutini istriku pribadi yang keras, sebagai suami akupun dulu tak sanggup mencegah kepergiannya menjadi TKI, entah, kewibawaanku telah hilang ditelan kecantikan dan keayuan parasnya. Sutini adalah tipe penjanji, berulangkali ia berjanji padaku, akan menjadi istri yang baik, sholehah, dan tidak egois. Tapi, apa? Mana? Sutini tetap Sutini. Herannya aku tetap mencintainya dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Ahh, suami macam apa aku ini!
“Mas, besok temani aku ke toko bahan bangunan mesen bahan buat renovasi kamar mandi, jangan lupa hubungi Mas Pol buat ngerjainnya, takut dia punya kerjaan lain.” Sutini mengoceh sambil mengulek sambal di dapur.
“Tak ingin berubah pikiran, Tin? Tidakkah kita terlalu mubazir menghamburkan uang untuk sesuatu yang tak begitu penting.”
“Ini uangku, Mas…ya terserah aku,toh!?” Sutini nampak ketus. Terlihat emosinya menjalar ke ulekannya yang semakin halus…Aku terdiam seperti disihir. Iya, Sutini itu uangmu, tapi rumah ini aku yang beli dengan keringatku sendiri, menjadi pegawai negeri di kantor kelurahan. Kau sungguh tak menghargaiku. Aku suami yang hanya bisa mengomeli Sutini dari dalam hati.
Tak ada yang mampu menghalangi niat Sutini. Proses renovasi berjalan lancar. Kamar mandi yang tadinya seadanya menggandeng rumah sederhana kami, kini menjadi paling mewah kamar mandinya. Termewah di kampung kami. Senyum Sutini mengembang, lalu ia menggelayut manja di lenganku.
“Cantik,ya kamar mandi kita.” Aku mengangguk rasa ingin menangis. Kami berdua berdiri memperhatikan penampakannya, nuansa hijau terang, mirip warna baju ibu-ibu yang duduk di sebelah Gayus, di foto yang sering beredar di tivi. Fasilitas lengkap, sesuai kemauan Sutini.
” Kau tahu, Mas..Kamar mandi ini sebentar lagi akan menghasilkan untuk kita.” Sutini tersenyum-senyum sendiri.
“Maksudmu?” Aku terkadang terseok-seok mengikuti alur pikiran Sutini, tak mengerti!
” Iya, sebentar lagi akan aku pasang papan pengumuman, yang mau mandi air hangat dan merasakan nikmatnya kamar mandi mewah, cukup dengan membayar tarif 2500-5000 saja..ini bisnis baru,Mas…tidak ada duanya.” Sutini masih tersenyum-senyum. Aku mengernyit, berusaha ikutan tersenyum, sedang otakku masih berpikir keras…Sutini…Sutini…ide darimana lagi ini??! Tiba-tiba saja aku semakin mencintainya…entah apanya, sesuatu yang tak terdefinisikan.
@Cheitumminyafardais
Akhir akhir ini fiksi saya lebay,iiiiihhhh…:p
Jakarta, 7 Januari 2012
Sumber gambar: http://menaraputihinterior.blogspot.com